Kamis, 21 Maret 2013

Let It Be #chapter3


HAH! akhirnyaa chapter3 juga haha..
Maaf rada lama, maklum orang sibuk:D hehe
oiya mau ngasih selamat sama anak osis yang bkin SPECTRUM kemarin
suksee!!!!
yaudah langsung aja yuuk baca.. ini dia..


Sarah Salsabila’s POV

                  Praktikum sudah selesai semua anak kembali ke kelas. Kutunggu seseorang muncul dari balik pintu. Sosok itu tak muncul. Sampai semua anak kumpul pun ia tak muncul. Aku mulai khawatir. Aku mencemaskannya. Sangat. Sangat. Ingin aku bertanya pada orang. Tapi, takut malah menjadi salah sangka. Hmm apa iya aku harus tanya ke Dhea, karena dia yang lagi dekat dengan Oong. Tapi muka dhea terlihat sedang unmood.
                  Akhirnya aku memutuskan untuk mencari Oong ke segala sudut yang ada di sekolah ini. setelah bertanya pada guru praktikum, dan ternyata Oong masuk ke UKS. Segera aku berlari ke UKS, jaraknya lumayan jauh dari tempat praktikum. Sungguh menyesal aku tidak ikut praktikum tadi. Aku tidak bisa tahu apa yang terjadi. Ingin menangis rasanya.
                  Aku buka pintu UKS, segera mencari Oong.
                  Bruk! Aku tertabrak oleh sesuatu. Aku terjatuh. Dan terbentur lantai. pusing. Dan dalam seketika semuanya menjadi gelap.
                  “Lo gapapa kan? Sorry yaa tadi ga sengaja”. Aku mulai tersadar. Kulihat wajahnya. Sosok yang tak asing bagiku. Sosok yang tadi aku cari-cari.
                  “Oong? “ aku terkejut melihatnya. “hmm tadi lo?” aku bangkit perlahan, tapi tangannya menahanku untuk tidak segera bangkit. “Iya Sar, tadi gue, sorry yaa..” wajah itu... aku tidak pernah melihatnya dari jarak sedekat ini. “Hmm iya gapapa ko, emang kenapa buru-buru gitu?” tanyaku sedikit sinis, mungkin ini efek salting yang aku rasa sekarang. “Tadi aku buru-buru ke kelas, buat...” oong menghentikan omongannya. Untuk apa dia bur-buru ke kelas? Bukannya setelah ini pelajaran yang tidak begitu ia sukai? Mulai banyak pertanyaan dan pernyataan di otakku. “Untuk apa?”.
                  Suasana di UKS ini semakin terasa dingin, bukan karena AC ataupun udara, tapi suasananya lah yang dingin. Oong terlihat masih menyesal dengan apa yang tadi ia ucapkan. “untuk mengejar Dhea, Sar”
                  Deg!
                  Hati ini! sesak. Susah untuk bernafas. Tapi untuk apa dia mengejar Dhea? Untuk apa? Ah!
                  “Hm aku tau Sar, kamu pasti memikirkan banyak pertanyaan kenapa aku ngejar Dhea, hmm.. sebenernya, aku sama Dhea udah pacaran..” hah? Apa ini?! pernyataan macam apa ini! oh god! Take my breath away now! Kenapa harus disaat seperti ini... kenapa ong kenapa. “sejak kapan? Ciyee PJ dong PJ! Wah ga nyangka!” aku membalasnya dengan senyuman. Senyuman. Senyum itu amal bukan?
                  Oong bercerita panjang tentang hubungan mereka. Dari awal mereka dekat, lalu jadian, sampai sekarang. Mereka sedang ada masalah. Masalahnya itu simple. Sangat simple. Hanya karena, pada saat pembagian kelompok untuk praktikum, Oong dan Dhea tidak sekelompok. Sungguh terlalu bukan? Hanya karena itu? Dan dengan jantannya, oong meminta maaf.
                  Aku memang penasaran dengan cerita ini. Tapi aku rasa hati ini sudah tidak sanggup untuk menahan sakit. Telinga ini sudah tidak mampu untuk mendengarkan. Mata ini sudah tidak mampu menahan tangis.
                  Dengan sangat terpaksa, aku meminta Oong untuk meninggalkanku sendiri, dengan alasan pelajaran kali ini sangat penting untuk menghadapi UN nanti. Oong menurut, ia meninggalkanku di sini. Sendiri.
                  Aku menangis sendiri. Di ruang UKS ini. apa ini balasan dari penantianku selama ini? apa ini jalan yang terbaik? Mempersatukan orang yang kucinta dengan orang yang ku sayang? Hmm, apa ini adil? Untukku, Oong, dan Dhea?

Rafi Rizaldy’s POV

                  Gosip itu ternyata benar, Imam-Sarach. Aku sangat ingin untuk bertanya, entah itu Imam atau Rafiw, tapi ego ku besar, gengsi. Untuk hal seperti ini memang bukan urusanku, tapi... aku sahabatnya bukan? setidaknya aku tau apa yang terjadi sebenarnya. Aku bukanlah orang yang bisa dimintai pendapat tentang cinta, suka, sayang, ah entah apa itu namanya, mungkin karena itulah mereka enggan memberi tahuku?
                  Sekarang aku lebih sering main sama Erlangga, Oong, dan anak lain. Sepertinya Imam juga nyaman bermain dengan anak lain.
                  Hari minggu nanti Piwe akan pergi ke Singapore dalam rangka program sekolah. Hmm.. bisa dibilang piwe itu netral, kalau piwe pergi bagaimana aku dan Imam? Akankah kita akan tetap deket? Atau aku hanya akan tetap main bersama Oong?
                  Aku dan Imam menjalani hari seperti biasanya. Masih sering ke kantin bareng, solat bareng, yaa it like there was nothing between us. Tapi gapapa, lebih baik begitu.
                  Seminggu sudah sejak Piwe. Dia kembali ke Indonesia. Ada perasaan senang tapi juga aneh. Takut.
                  Sepertinya mereka tidak memikirkan masalah ini. mungkin hanya aku saja yang terlalu over. Let it flow aja~
M. Nur Fauzi’s POV

                  Entah aku merasa aneh sejak masuk ke kelas 8D ini. pengalamanku waktu di kelas 7 sudah tidak terlalu asyik, masih belum siap untuk berbaur lagi di kelas 8D.

                  Aku juga bingung, sebenernya apa salahku sama temen-temen, kenapa mereka sering membully? Yaa awalnya aku membiarkannya, karena mungkin itu bisa menghibur semua, tapi siapa sih yang ga risih, jika terus menerus dibully seperti itu?
                  Tapi aku tidak terlalu memikirkan dan memasukan hati.

                  Akhiran ini aku dibully, dengan topik ‘Ozy pacarnya Ainun’. Guess what?! Oh god! I really love her.

                  Ini kedua kalinya aku suka sama cewek yang bener-bener aku suka, cewe pertama hmm.... mungkin sebagian besar anak 8D udah tau siapa cewek yang dimaksud itu.

                  Awalnya sih, aku ga terlalu suka dibully begitu, tapi entah lah, semakin lama aku semakin sering memperhatikan Ainun. Tadinya sih hanya mau memastikan ekspresi di Wajah Ainun, apa itu marah, sedih, atau senang, hm tapi aku pikir, dia tidak mungkin senang.

                  Hari ini aku kebagian duduk di paling pojok di bagian belakang, Ainun berada di bagian depan, tidak jauh dari tempatku. Sesekali aku melihat kearah Ainun, hari ini berbeda, aku merasa aneh dan sedikit terkejut ketika melihat ke arah Ainun, Piwe lah yang ia tatap.

                  Hati ku menjadi saki tseketika. Perasaan bercampur. Sedih karena melihat dia memerhatikan orang lain, tapi aku juga senang karena dia bisa suka sama piwe, dan mungkin Piwe bisa membuatnya tidak suka dibully juga.

                  Apa yang aku lihat itu tidak benar? Mungkin Ainun hanya tidak sengaja melihat ke arah Piwe? Atau memang ia suka?

                  Ingin sekali aku menanyakan padanya, tapi malu. Seorang sepertiku menanyakan hal yang termasuk pribadi. Apalagi aku orang yang tidak terlalu Ainun suka. Mungkin aku hanya akan membuatnya menjadi semakin dibully.

                  Pulang sekolah aku berencana akan menanyakan hal ini kepada Huruu’in, atau yang biasa dipanggil Ulin. Ulin adalah sahabat dekat Ainun sejak kelas 7. Ulin tidak terlalu periang seperti Ainun, tapi aku pikir mungkin ia tau beberapa hal tentang ‘bagaimana perasaan Ainun pada Piwe’

                  Ya aku bertemu dengan Ulin di dekat mading sekolah. Kebetulan hari ini Ainun ada kegiatan PMR jadi tidak pulang bareng Ulin.
“Ulin, kita mau nanya sih, boleh ga?”
“Boleh aja, tentang apa?”
“Tapi jangan bilang-bilang ke siapa-siapa ya, hmm tentang Ainun”
“Oh? Ainun? Oh iya iya gapapa”
“Hmm Ainun tuh suka sama Rafi tah?”
“Kalau itu sih ga terlalu tau, tapi kayanya iya”
“tuh kan bener!”
“soalnya Ainun sering ngelamun ke arah Rafi gitu”
“Hm udah cukup segitu aja Lin, makasih infonya yaa”
“Iya sama-sama, pulang duluan ya!”
“Oke!”
                  Sudah kuduga! Benerkan..

                  Apa yang harus aku lakukan? Move? Atau nunggu kepastian? Oh kenapa disaat aku benar-benar sayang dengan satu orang, ada saja yang harus membuat ku terus bersabar, dan mengalah.

                  Satu kata ‘SABAR’

To be continued...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar