akhirnya selesai chapter4!!
makasih yang udah nunggu chapter4 hehe.. wish you like it!
Alviano Aditya Fauzi’s POV
Udah beberapa hari belakangan ini,
Kresna jadi semakin deket sama Oin, dan Oin juga sepertinya nyaman. Mereka
sering banget sekelompok, dan kadang ke kantin berdua.
Pernah aku minta Oin untuk
sekelompok denganku di pelajaran seni rupa, dan seperti yang kuduga, dia sudah
sekelompok dengan Kresna juga. Di kelompok kali ini ada 5 orang, aku,
Oin,Kresna,Ditra dan Ainun.
Tugasnya membuat ppt tentang seni,
dan yang kerja hanya aku dan Ditra. Ainun sibuk melihat ke suatu arah, yaa
sepertinya itu piwe. Kresna dan Morien sibuk bercanda berdua, walau sesekali
sempat kena marah Ibu Sri, tetap saja mereka asyik dengan candaannya.
‘sh*t! Udah kaya patung disini..!’
rencananya aku mau bilang ke Ibu Sri kalau sebenarnya yang kerja hanya aku dan
Ditra, tapi Ditra melarang aku untuk melakukan tindakan itu.
“Udahlah, ga
ada gunanya juga kita bilang, kaya iya nilai mereka bakal dikurangin.”
“Tapi kan Dit, gila aja hati woy hati!”
“Tapi kan Dit, gila aja hati woy hati!”
Tanpa disengaja aku berbicara dengan
nada yang cukup keras. Sontak saja Kresna dan Oin yang sedang bercanda tadi
melihat ke arahku.
“Hm hati
kamu kenapa?” tanya Oin pelan. Bisa kurasakan wajahku hangat seketika, mungkin
memerah..
“Iya loe napa? Bikin kaget aja tau!” tanya Kresna dengan nada sedikit sinis.
Ah kres, loe bikin gue bete aja. Pengen gue jepit tuh mulut, lagi ngefly, mendadak jatuh!
“Iya loe napa? Bikin kaget aja tau!” tanya Kresna dengan nada sedikit sinis.
Ah kres, loe bikin gue bete aja. Pengen gue jepit tuh mulut, lagi ngefly, mendadak jatuh!
“Hm ga
gapapa. Abaikan, tadi Ditra gangguin gue doang”
“ha? Kapan? Pede bangeet!”
“Duh Dit bantuin dikit kek!” jawabku dengan nada pelan.
“oh gitu yaudah baguslah” Lagi-lagi Kresna menjawab dengan nada sinis. Ia langsung menarik tangan Oin.
“In, kantin kejujuran yuk, laper”
“hmm iya.. kmu gapapa kan No?
“Iya.. eum, gapapa”
“ha? Kapan? Pede bangeet!”
“Duh Dit bantuin dikit kek!” jawabku dengan nada pelan.
“oh gitu yaudah baguslah” Lagi-lagi Kresna menjawab dengan nada sinis. Ia langsung menarik tangan Oin.
“In, kantin kejujuran yuk, laper”
“hmm iya.. kmu gapapa kan No?
“Iya.. eum, gapapa”
Kulihat mereka jalan menuju kantin,
terus, sampai badannya tak terlihat tertutup dinding dekat kelas 8f.
“Yah No, dodol, kesempatan buat ngobrol malah gugup gitu..”
“Hm, gatau deh. Eh iya tadi liat Kresna ga?”
“ngga, kenapa emang?”
“dia kaya ga suka gitu, sinis banget”
“Lah? Emang Kresna udah tau lo suka?”
“Hm iyaya? Ko bisa? Jangan-jangan dia tau!”
“Eh sumpah! Gue ga ngasih tau dia!”
“Idiih siapa juga yang nuduh loe! Pedeee!” seperti biasanya aku langsung mengacak poni Ditra, dan seperti biasanya juga, dia langsung ngambek. Haha dia emang rada childish.
“untuk saat ini, gue akan lebih milih untuk diam, dan pendam semua rasa, Dit”
ditra hanya tersenyum ke arahku.
“Hm, gatau deh. Eh iya tadi liat Kresna ga?”
“ngga, kenapa emang?”
“dia kaya ga suka gitu, sinis banget”
“Lah? Emang Kresna udah tau lo suka?”
“Hm iyaya? Ko bisa? Jangan-jangan dia tau!”
“Eh sumpah! Gue ga ngasih tau dia!”
“Idiih siapa juga yang nuduh loe! Pedeee!” seperti biasanya aku langsung mengacak poni Ditra, dan seperti biasanya juga, dia langsung ngambek. Haha dia emang rada childish.
“untuk saat ini, gue akan lebih milih untuk diam, dan pendam semua rasa, Dit”
ditra hanya tersenyum ke arahku.
Erlangga Yudhananta A.’s POV
“Pagi Tithaaa....!”
yap sama seperti hati biasanya, setiap pagi aku selalu mengucapkan ‘selamat pagi’ buat anak 8d. Hmm khususnya cewek yang satu ini. Entah sejak kapan aku mulai memperhatikannya, entah sejak kapan aku menjadi sering peduli padanya. Kurasa dia berhasil mencuri perhatianku.
yap sama seperti hati biasanya, setiap pagi aku selalu mengucapkan ‘selamat pagi’ buat anak 8d. Hmm khususnya cewek yang satu ini. Entah sejak kapan aku mulai memperhatikannya, entah sejak kapan aku menjadi sering peduli padanya. Kurasa dia berhasil mencuri perhatianku.
Dulu kalau aku sibuk nyanyi dikelas
aku tidak akan peduli dengan keadaan sekitar, dan malah asyik sendiri, tapi
sekarang, aku terus melihat ke arah dia, ingin tau apa yang sedang dia lakukan,
dengan siapa dia mengobrol, semuanya, aku ingin tau semua tentang dia!
Hari ini adalah hari Senin, hari ini
ada ulangan Agama, dan kebetulan nilai ulangan langsung diperiksa dan
dibagikan. Aku buat sebuah rencana, tp rencana ini tergantung dengan nilai anak
cewek dikelas, dan kebetulan juga Titha hari ini ada dikelas, jadi kemungkinan
akan berhasil.
Waktu dibagiin nilai ulangan, Ainun
dapet 100. Aku langsung nyeplos “Wah pak, pacar saya tuh Pak!”. Titha terlihat
biasa saja, dia malah asyik tertawa melihat ekspresi Ainun yang terlihat sangat
kaget. Hm tadinya aku ingin melihat ekspresi Titha yang cemburu, tapi malah ini
yang kudapat.
Kini giliran ulanganku yang
dibagikan, Pak Asep meneriaki hasil ulangan di depan kelas, “Erlangga
Yudhananta, 70!”. Awalnya aku kaget karena dapat nilai segitu, tapi entah
kenapa aku malah berteriak “Pak, ko pacar saya 100, saya 70 pak?”. Seluruh anak
kelas spontan tertawa. Tapi tidak dengan Titha, dia terlihat asyik sendiri. Apa
dia cemburu? Apa dia percaya kalau Ainun pacarku?
Aku yang semula tertawa, kini hanya
terdiam, terus memikirkan ekspresi dari reaksi Titha tadi.
Pulang sekolah Titha dan anak
sekelompoknya pergi untuk kerja kelompok di rumah Ainun. Mungkin kalian
bertanya, bagaimana aku bisa tau? Tentu saja karena aku terus memperhatikannya.
Jujur saja, aku khawatir, aku takut
dia kenapa-kenapa nanti. Aku gatau persis rumah Ainun, dan kebetulan pulang
sekolah aku diajak Papah untuk ke rumah temannya.
Aku mulai bete disini, dirumah teman
Papah. Aku terus memikirkan Titha.
Eh itu, tadi.. seperti ada sosok
Ditra, Sarah dan Morien, mungkin hanya bayanganku saja. Tapi bayangan itu
seperti terus memperhatikanku.
“Erlangga!” itu.. itu suara Titha! Tp
masa iya? Tapi aku hafal betul itu suara Titha, aku menoleh, dan ternyata
memang itu Titha. Suatu kebetulan yang sangat menyenangkan hati..
Mungkin memang
benar apa kata semua orang. Kalau jodoh tak lari kemana..
Ainun Samudera Arta’s POV
Your hand fits in mine
Like it's made just for me
But bear this in mind
It was meant to be
And I'm joining up the dots
With the freckles on your cheeks
And it all makes sense to me
I know you've never loved
The crinkles by your eyes when you smile
You've never loved Your stomach or your thighs
The dimples in your back at the bottom of your spine
But I'll love them endlessly
I won't let these little things slip out of my mouth
But if I do, It's you, Oh it's you
They add up to
I'm in love with you, And all these little things
Like it's made just for me
But bear this in mind
It was meant to be
And I'm joining up the dots
With the freckles on your cheeks
And it all makes sense to me
I know you've never loved
The crinkles by your eyes when you smile
You've never loved Your stomach or your thighs
The dimples in your back at the bottom of your spine
But I'll love them endlessly
I won't let these little things slip out of my mouth
But if I do, It's you, Oh it's you
They add up to
I'm in love with you, And all these little things
Saat jam
pelajaran bahasa Inggirs, yang sangat kebetulan free class, lagu ini mengiringi
lamunanku. Aku menatap pintu kelas 8D berharap ada seseorang masuk dengan jaket
merahnya. Yap! Ada seseorang ! masuk dengan jaket merah, jaket itu.. tapi,
sh*t! Itu Ozy! Apa yang Ozy lakukan, ngapain pake jaket merah itu? Ah Ozy
memang... ah sudahlah. Aku mengutak-ngatik hp-ku, lalu ke daftar lagu, aku coba
menshuffle lagu, dan betapa pas-nya, Apalah Arti Menunggu-Raisa, terdengar
merdu ditelingaku.. perlahan air mataku jatuh, bukan karena aku ga move, tapi
aku kesel dengan diriku sendiri, yang selalu mautau apa yang dirasakan dia
padaku, tanpa meminta jawaban itu. Hell-o! Jawaban itu ga mungkin datang dengan
sendirinya kan, apa lagi jawaban dari orang yang ga peka.
Akhir-akhir
ada yang beda dari Ozy dan Piwe. Ozy anak yang sangat mengesalkan ini, mendadak
sangat baik, dan selalu ada buat Inun. Piwe suka kecolongan lagi natap ke arah
aku, tapi entah apa itu benar-benar menatap ke arahku, atau tidak. Aku tak
terlalu aneh.
Tapi sungguh
yang sangat bikin aku aneh, dan geli adalah Ozy, dalam rangka apa coba,
mendadak jadi kaya bundadari gitu.. iih aneeeh...
Tapi dibalik
kegelian itu, aku juga sedikit nyaman sama dia, nyaman sebagai sahabat. Iya sahabat.
Cause, i’m not moving yet..
Annissa..
dia sering melihat ke arahku. Entah sengaja atau tidak. Aku sedikit risih,
karena aku tidak bisa melihat Rafi. Aku merasa seperti selalu diawasi olehnya.
Annisa juga suka? Sama Piwe? Ha? Kalau emamng iya, masa aku gatau, dia itu kan
sahabatku, yaa bisa dibilang kita itu memang dekat. Apa Nisa memang sudah tidak
mau cerita lagi? Memang kenapa? Ah tau ah!
Senyumannya..
Tatapan itu.. Tawanya.. Hari ini aku dan Piwe sering mendapat kelompok yang
sama, setiap pembagian kelompok, aku jadi sering melihat ke arah dia.
“Nun,
kelompoknya bareng yaa.. tadi di kelompok lain udah penuh, hehe” Annisa
berbicara dengan penuh semangat. Karena kasian jadi ya mau tak mau.
Annisa lebih
ering berinteraksi, walau kadang aku suka ikut ngomong, tapi aku tidak bisa
melihat tatapn itu lagi. Tatapan untukku, bukan untuknya!
Kenapa ketika tahu merasa sakit, kita
malah tetap bertahan?
To be continued...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar