Lagi semangat nih haha, satu chapter jadi dalam satu hari..
tumben banget-_-v
okelah yaa, langsung sajaa dibacaa:))
Hope you like it! Enjoyy~
Luh Putu Parramahittha Sari Suardika’s
POV
Keadaan sepert
kemarin kembali terasa dihari berikutnya, walau sudah tidak terlalu jauh dengan
sahabatku seperti dulu, tapi kami cukup dekat sekarang.
Dekat sudah.
Tapi tetap, kesendirian itu terasa kembali.
“Ti, minjem
iPad-nya dong, mau main tap tap, boleh yaa??” Tanay Morien manja, tentu saja aku
memberinya, for my bestfriend.
“Tap-tapnya main bareng yukk..! udah lama ga battle!”
“Yah Ti, mau sih, tapi tadi Rere udah ngajak duluan, nanti abis Rere kita bareng yaak!”
“Eh gausah deh gapapa, mau bikin ppt aja buat tugas TIK, hehe”
“Eh serius Ti? Maaf Ti, kalau ga ga jadi aja deh minjemnya, gaenak” Morien menyodorkan iPad ku.
“Udah gapapa ko In”
“Bener nih gapapa? Gaenak Ti”
“Gapapa” jawabku sambil tersenyum.
“Yaudah aku minjem bentar ya Ti, bentarrr doang”
“Iya gapapa ko”
“Tap-tapnya main bareng yukk..! udah lama ga battle!”
“Yah Ti, mau sih, tapi tadi Rere udah ngajak duluan, nanti abis Rere kita bareng yaak!”
“Eh gausah deh gapapa, mau bikin ppt aja buat tugas TIK, hehe”
“Eh serius Ti? Maaf Ti, kalau ga ga jadi aja deh minjemnya, gaenak” Morien menyodorkan iPad ku.
“Udah gapapa ko In”
“Bener nih gapapa? Gaenak Ti”
“Gapapa” jawabku sambil tersenyum.
“Yaudah aku minjem bentar ya Ti, bentarrr doang”
“Iya gapapa ko”
Sungguh kangen!
Hm tadinya aku memang berencana buat bikin ppt, tapi sepertinya bermain dekat
sahabat lebih asyik. Jadi aku memutuskan untuk nge-jb bareng sama Ditra-Sarah
yang lagi asyik gangguin Ainun di depan kelas. Awalnya, keadaan menjadi dingin,
ketika aku datang. Canggung.
Bel istirahat
bunyi, aku kembali ke dalam kelas, dan duduk di bangku, Sarah ikut duduk di
bangku Ditra, lebih tepatnya di sebelahku.
“Ti, ko kamu asa beda? Kamu kenapa? Cerita atuh nok”
“Kenapa apanya? Ngga ko biasa aja”
“Ntut! Asa jadi diem tau”
“Iya tah? Hehe gatau”
“Serius kenapa?”
“Gatau dut. Aneh asa jauh”
“Sama siapa ?”
“Semuanya hehe” fake smile terlukis diwajahku.
“Aku ngerti, bukan kita-kita jauh. Tapi kita-kita ngerasa kadang ga enak, kalau kamu udah fokus belajar ga bisa diganggu, sedangkan kita lagi asuka banget main. Dan aku juga ngerti maksud kamu baik, buat bikin mereka rajin juga, ga main terus. Tapi ya gitu..”
“Iya Sar ngerti, hmm minta tolong boleh?”
“Tolong jadi kalian yang dulu yaa.. nanti Titha balik kaya dulu”
“Kita ga ada yang berubah ko Ti!”
“Ya pokoknya gitulah, susah jelasin. You know what i mean lah!” aku memasang senyum jahilku.
“Ih dasar Tithongg!”
“Ti, ko kamu asa beda? Kamu kenapa? Cerita atuh nok”
“Kenapa apanya? Ngga ko biasa aja”
“Ntut! Asa jadi diem tau”
“Iya tah? Hehe gatau”
“Serius kenapa?”
“Gatau dut. Aneh asa jauh”
“Sama siapa ?”
“Semuanya hehe” fake smile terlukis diwajahku.
“Aku ngerti, bukan kita-kita jauh. Tapi kita-kita ngerasa kadang ga enak, kalau kamu udah fokus belajar ga bisa diganggu, sedangkan kita lagi asuka banget main. Dan aku juga ngerti maksud kamu baik, buat bikin mereka rajin juga, ga main terus. Tapi ya gitu..”
“Iya Sar ngerti, hmm minta tolong boleh?”
“Tolong jadi kalian yang dulu yaa.. nanti Titha balik kaya dulu”
“Kita ga ada yang berubah ko Ti!”
“Ya pokoknya gitulah, susah jelasin. You know what i mean lah!” aku memasang senyum jahilku.
“Ih dasar Tithongg!”
Semoga
kita bisa kaya dulu lagi. Karena aku sungguh kangen kalian semua..
M. Zidny A. Syah’s POV
Sebenarnya sudah
lama, sejak masuk ke kelas 8D, sejak dia sering menyapa di pagi hari, sejak
tawa dan senyumnya terus melekat dipikiranku, sejak saat itu pula mulai ada
sesuatu.
“Pagi
Gojiddd” Suara nyaring itu terdengar merdu dipagi yang cerah ini. “Hehe iya..”
Oh betapa bodohnyaa! Aku nunggu ucapan ‘selamat pagi’ itu dari tadi malam, dan
sekarang aku malah jadi salting gini.
Kehabisan kata lebih tepatnya. Bodoh bodoh bodoh!
Ia berjalan
dengan jalan khasnya, menuju tempat duduknya. Diam-diam aku memperhatikannya. “Pagi
Ong!” untuk yang kedua kalinya, aku merasa bodoh. Dia menyapa Oong juga,
berarti memang sapaan pagi itu bukan hanya untuku. Bodohnya, kenapa aku baru
sadar sekarang.
Dan lebih
bodohnya lagi, dia hanya sebatas senyum ketika menyapaku, tapi Oong.. Ia
menatap mata Oong dengan tajam. Tajam sekali.
Dia suka
Oong? Bukankah Oong pacarnya Dhea? Aku memutuskan untuk terus memperhatikan
dia. Setiap hari, setiap waktu.
Selama pelajaran
pertama berlangsung aku terus memperhatikannya. Dia sering melihat ke arah
belakang, lebih tepatnya ke arah Oong. Apapun yang Oong lakukan ia pasti
langsung menghadap ke belakang. Dan setiap dia melihat ke arah belakang Dhea pasti melihat ke arah dia. Aku bagaikan
sedang menonton film.
Ingin
rasanya aku berteriak sekeras mungkin ke arahnya, ‘Sar! Lo tuh ga boleh suka
Oong! Dia udah punya Dhea! Lo ga pantes! Jangan liat ke belakang Sar! Ada yang
lebih baik di depan sini!’. Tapi tidak mungkin, itu hanya sebagian dari
khayalanku saja. Karena kenyataannya aku tetap disini, melihat film ini
berjalan, terdiam.
Naufal Imam Kurnianto’s POV
Setahun lebih,
aku dan Anis berpacaran, yaa walau ada jarak yang memisahkan kita. Yap! Kita berdua
LDR! baru beberapa bulan Anis pindah.
Bisa dibilang
kita pasangan yang cukup akur, karena walau dipisahkan oleh jarak, jarang
sekali yang namanya ‘berantem’. Mungkin hal itu yang membuat aku jadi sedikit
bosan dengan hubungan ini.
Udah satu
semester aku ada dikelas 8D. Sedikit terpesona sama seorang cewek alim dikelas
ini. Hmm emang tipe aku kali ya, suka yang alim.
Cewe yang
satu ini, alim, cantik, pinter, lucu, putih, dan dia anak pramuka. Entahlah,
tatapan matanya itu..
Emang ga
gampang buat tetap menjaga perasaan, karena perasaan ABG kaya kita tuh labil. Banget.
Buat orang yang pacaran ga terlalu jauh jaraknya aja susah apa lagi ini
Cirebon-Madiun.
Aku deket
sama Verren, hanya karena tempat duduk kami ga jauh, kita sering ngobrol
bareng, becanda. Dia memang orang yang asyik.
Tapi terkadang
diantara keasyikan itu, aku sering merasa aneh, dan selalu teringat Anis. Sifat
Anis dan Verren tak jauh berbeda. Mereka dulu bersahabat, dan sama-sama di
pramuka.
Aku rindu
Anis.. kadang Verren mengobati rinduku itu. Tapi Verren bukan Anis. Beda!
Ahhhhhh! Semuanya
buat aku gila. Aku tak bisa berfikir jernih. Aku bingung. Tentang semuanya.
Anis. Verren.
Andai ada
Anis disini.. mungkin dia akan menenangkan fikiranku, dan jika Anis disini, aku
tak mungkin bisa suka sama Verren.
Anis...
Rizaldy Ramadhan’s POV
Aku bingung,
Sarah menanyakan aku tentang hubunganku dengan Dhea, tapi ketika aku
menceritakannya, raut wajahnya berubah menjadi sedih, seperti menahan rasa
sakit yang sangat dalam. Lalu dia menyuruhku untuk tidak melanjutkan cerita dan
meninggalkannya sendiri di UKS.
Aku khawatir
sama Sarah, tapi aku juga khawatir sama Dhea. Sarah.. kenapa aku bisa khawatir
yaa.. itu kan dulu.
Yaa, dulu
aku memang pernah memberi ruang dihatiku untuk Sarah, tapi itu dulu, sebelum
aku tau kalau Sarah tidak suka padaku. Aku langsung move ketika itu. Sakit. Mungkin
memang Sarah tidak pernah menyukaiku.
Tapi tunggu!
Untuk apa Sarah pergi ke UKS dengan tergesa-gesa? Tapi dia tak terlihat sakit,
malah justru dia terlihat habis menangis. Kenapa ya?
Sudahlah aku
sudah tidak memberi ruang dihati untuk dia. Hatiku hanya untuk Dhea. Iya Dhea.
Dhea. Sarah. Eh salah Dhea.
Aku jalan ke
arah kelas, sedikit lebih pelan. Terdengar tangisan. Untuk kedua kalinya. Tangisan
terdengar di telingaku.
Sepertinya Dhea,
aku menghampiri sumber suara itu. Dan memang itu Dhea. Aku akan meminta maaf. “Dhe,
maaf..” Aku duduk disamping Dhea. “Udahlah lupain aja, ga penting.” Jawab Dhea
sinis. “Bukannya gamau sekelompok Dhe, cuman ga enak, dikelompok kamu itu cewek
semua” Aku menurunkan nada bicaraku. Perlahan kuhapus airmata di pipinya. “Iya
aku ngerti, maaf juga aku egois.” Dhea mencoba tersenyum. “Iya gapapa ko, udah
jangan nangis lagi yaa.. jangan payahh” aku mencubit pipinya.
Entah kenapa,
aku terfikirkan Sarah. Apa yang sedang Sarah lakukan di UKS. Dia kenapa?
Ong.. inget
Sarah itu masa lalu kamu..
Tapi jujur,
susah untuk melupakan dia.. semakin aku berusaha melupakannya, semakin aku
terus mengingatnya..
To be continued...
Baru awal baca typo dit dit..
BalasHapus