Jumat, 05 April 2013

Let It Be #chapter5

Lagi semangat nih haha, satu chapter jadi dalam satu hari..
tumben banget-_-v
okelah yaa, langsung sajaa dibacaa:))
Hope you like it! Enjoyy~



Luh Putu Parramahittha Sari Suardika’s POV


            Keadaan sepert kemarin kembali terasa dihari berikutnya, walau sudah tidak terlalu jauh dengan sahabatku seperti dulu, tapi kami cukup dekat sekarang.
            Dekat sudah. Tapi tetap, kesendirian itu terasa kembali.
            “Ti, minjem iPad-nya dong, mau main tap tap, boleh yaa??” Tanay Morien manja, tentu saja aku memberinya, for my bestfriend.
“Tap-tapnya main bareng yukk..! udah lama ga battle!”
“Yah Ti, mau sih, tapi tadi Rere udah ngajak duluan, nanti abis Rere kita bareng yaak!”
“Eh gausah deh gapapa, mau bikin ppt aja buat tugas TIK, hehe”
“Eh serius Ti? Maaf Ti, kalau ga ga jadi aja deh minjemnya, gaenak” Morien menyodorkan iPad ku.
“Udah gapapa ko In”
“Bener nih gapapa? Gaenak Ti”
“Gapapa” jawabku sambil tersenyum.
“Yaudah aku minjem bentar ya Ti, bentarrr doang”
“Iya gapapa ko”
            Sungguh kangen! Hm tadinya aku memang berencana buat bikin ppt, tapi sepertinya bermain dekat sahabat lebih asyik. Jadi aku memutuskan untuk nge-jb bareng sama Ditra-Sarah yang lagi asyik gangguin Ainun di depan kelas. Awalnya, keadaan menjadi dingin, ketika aku datang. Canggung.
            Bel istirahat bunyi, aku kembali ke dalam kelas, dan duduk di bangku, Sarah ikut duduk di bangku Ditra, lebih tepatnya di sebelahku.
“Ti, ko kamu asa beda? Kamu kenapa? Cerita atuh nok”
“Kenapa apanya? Ngga ko biasa aja”
“Ntut! Asa jadi diem tau”
“Iya tah? Hehe gatau”
“Serius kenapa?”
“Gatau dut. Aneh asa jauh”
“Sama siapa ?”
“Semuanya hehe” fake smile terlukis diwajahku.
“Aku ngerti, bukan kita-kita jauh. Tapi kita-kita ngerasa kadang ga enak, kalau kamu udah fokus belajar ga bisa diganggu, sedangkan kita lagi asuka banget  main. Dan aku juga ngerti maksud kamu baik, buat bikin mereka rajin juga, ga main terus. Tapi ya gitu..”
“Iya Sar ngerti, hmm minta tolong boleh?”
“Tolong jadi kalian yang dulu yaa.. nanti Titha balik kaya dulu”
“Kita ga ada yang berubah ko Ti!”
“Ya pokoknya gitulah, susah jelasin. You know what i mean lah!” aku memasang senyum jahilku.
“Ih dasar Tithongg!”
            Semoga kita bisa kaya dulu lagi. Karena aku sungguh kangen kalian semua..


M. Zidny A. Syah’s POV


            Sebenarnya sudah lama, sejak masuk ke kelas 8D, sejak dia sering menyapa di pagi hari, sejak tawa dan senyumnya terus melekat dipikiranku, sejak saat itu pula mulai ada sesuatu.
            “Pagi Gojiddd” Suara nyaring itu terdengar merdu dipagi yang cerah ini. “Hehe iya..” Oh betapa bodohnyaa! Aku nunggu ucapan ‘selamat pagi’ itu dari tadi malam, dan sekarang aku malah jadi salting gini. Kehabisan kata lebih tepatnya. Bodoh bodoh bodoh!
            Ia berjalan dengan jalan khasnya, menuju tempat duduknya. Diam-diam aku memperhatikannya. “Pagi Ong!” untuk yang kedua kalinya, aku merasa bodoh. Dia menyapa Oong juga, berarti memang sapaan pagi itu bukan hanya untuku. Bodohnya, kenapa aku baru sadar sekarang.
            Dan lebih bodohnya lagi, dia hanya sebatas senyum ketika menyapaku, tapi Oong.. Ia menatap mata Oong dengan tajam. Tajam sekali.
            Dia suka Oong? Bukankah Oong pacarnya Dhea? Aku memutuskan untuk terus memperhatikan dia. Setiap hari, setiap waktu.
            Selama pelajaran pertama berlangsung aku terus memperhatikannya. Dia sering melihat ke arah belakang, lebih tepatnya ke arah Oong. Apapun yang Oong lakukan ia pasti langsung menghadap ke belakang. Dan setiap dia melihat ke arah belakang  Dhea pasti melihat ke arah dia. Aku bagaikan sedang menonton film.
            Ingin rasanya aku berteriak sekeras mungkin ke arahnya, ‘Sar! Lo tuh ga boleh suka Oong! Dia udah punya Dhea! Lo ga pantes! Jangan liat ke belakang Sar! Ada yang lebih baik di depan sini!’. Tapi tidak mungkin, itu hanya sebagian dari khayalanku saja. Karena kenyataannya aku tetap disini, melihat film ini berjalan, terdiam.


Naufal Imam Kurnianto’s POV


            Setahun lebih, aku dan Anis berpacaran, yaa walau ada jarak yang memisahkan kita. Yap! Kita berdua LDR! baru beberapa bulan Anis pindah.
            Bisa dibilang kita pasangan yang cukup akur, karena walau dipisahkan oleh jarak, jarang sekali yang namanya ‘berantem’. Mungkin hal itu yang membuat aku jadi sedikit bosan dengan hubungan ini.
            Udah satu semester aku ada dikelas 8D. Sedikit terpesona sama seorang cewek alim dikelas ini. Hmm emang tipe aku kali ya, suka yang alim.
            Cewe yang satu ini, alim, cantik, pinter, lucu, putih, dan dia anak pramuka. Entahlah, tatapan matanya itu..
            Emang ga gampang buat tetap menjaga perasaan, karena perasaan ABG kaya kita tuh labil. Banget. Buat orang yang pacaran ga terlalu jauh jaraknya aja susah apa lagi ini Cirebon-Madiun.
            Aku deket sama Verren, hanya karena tempat duduk kami ga jauh, kita sering ngobrol bareng, becanda. Dia memang orang yang asyik.
            Tapi terkadang diantara keasyikan itu, aku sering merasa aneh, dan selalu teringat Anis. Sifat Anis dan Verren tak jauh berbeda. Mereka dulu bersahabat, dan sama-sama di pramuka.
            Aku rindu Anis.. kadang Verren mengobati rinduku itu. Tapi Verren bukan Anis. Beda!
            Ahhhhhh! Semuanya buat aku gila. Aku tak bisa berfikir jernih. Aku bingung. Tentang semuanya. Anis. Verren.
            Andai ada Anis disini.. mungkin dia akan menenangkan fikiranku, dan jika Anis disini, aku tak mungkin bisa suka sama Verren.

            Anis...


Rizaldy Ramadhan’s POV


            Aku bingung, Sarah menanyakan aku tentang hubunganku dengan Dhea, tapi ketika aku menceritakannya, raut wajahnya berubah menjadi sedih, seperti menahan rasa sakit yang sangat dalam. Lalu dia menyuruhku untuk tidak melanjutkan cerita dan meninggalkannya sendiri di UKS.

            Aku khawatir sama Sarah, tapi aku juga khawatir sama Dhea. Sarah.. kenapa aku bisa khawatir yaa.. itu kan dulu.
            Yaa, dulu aku memang pernah memberi ruang dihatiku untuk Sarah, tapi itu dulu, sebelum aku tau kalau Sarah tidak suka padaku. Aku langsung move ketika itu. Sakit. Mungkin memang Sarah tidak pernah menyukaiku.
            Tapi tunggu! Untuk apa Sarah pergi ke UKS dengan tergesa-gesa? Tapi dia tak terlihat sakit, malah justru dia terlihat habis menangis. Kenapa ya?
            Sudahlah aku sudah tidak memberi ruang dihati untuk dia. Hatiku hanya untuk Dhea. Iya Dhea. Dhea. Sarah. Eh salah Dhea.

            Aku jalan ke arah kelas, sedikit lebih pelan. Terdengar tangisan. Untuk kedua kalinya. Tangisan terdengar di telingaku.
            Sepertinya Dhea, aku menghampiri sumber suara itu. Dan memang itu Dhea. Aku akan meminta maaf. “Dhe, maaf..” Aku duduk disamping Dhea. “Udahlah lupain aja, ga penting.” Jawab Dhea sinis. “Bukannya gamau sekelompok Dhe, cuman ga enak, dikelompok kamu itu cewek semua” Aku menurunkan nada bicaraku. Perlahan kuhapus airmata di pipinya. “Iya aku ngerti, maaf juga aku egois.” Dhea mencoba tersenyum. “Iya gapapa ko, udah jangan nangis lagi yaa.. jangan payahh” aku mencubit pipinya.

            Entah kenapa, aku terfikirkan Sarah. Apa yang sedang Sarah lakukan di UKS. Dia kenapa?
            Ong.. inget Sarah itu masa lalu kamu..
            Tapi jujur, susah untuk melupakan dia.. semakin aku berusaha melupakannya, semakin aku terus mengingatnya..

To be continued...

Kamis, 04 April 2013

Let It Be #chapter4


akhirnya selesai chapter4!!
makasih yang udah nunggu chapter4 hehe.. wish you like it!



Alviano Aditya Fauzi’s POV

            Udah beberapa hari belakangan ini, Kresna jadi semakin deket sama Oin, dan Oin juga sepertinya nyaman. Mereka sering banget sekelompok, dan kadang ke kantin berdua.
            Pernah aku minta Oin untuk sekelompok denganku di pelajaran seni rupa, dan seperti yang kuduga, dia sudah sekelompok dengan Kresna juga. Di kelompok kali ini ada 5 orang, aku, Oin,Kresna,Ditra dan Ainun.
            Tugasnya membuat ppt tentang seni, dan yang kerja hanya aku dan Ditra. Ainun sibuk melihat ke suatu arah, yaa sepertinya itu piwe. Kresna dan Morien sibuk bercanda berdua, walau sesekali sempat kena marah Ibu Sri, tetap saja mereka asyik dengan candaannya.
            ‘sh*t! Udah kaya patung disini..!’ rencananya aku mau bilang ke Ibu Sri kalau sebenarnya yang kerja hanya aku dan Ditra, tapi Ditra melarang aku untuk melakukan tindakan itu.
“Udahlah, ga ada gunanya juga kita bilang, kaya iya nilai mereka bakal dikurangin.”
“Tapi kan Dit, gila aja hati woy hati!”
            Tanpa disengaja aku berbicara dengan nada yang cukup keras. Sontak saja Kresna dan Oin yang sedang bercanda tadi melihat ke arahku.
“Hm hati kamu kenapa?” tanya Oin pelan. Bisa kurasakan wajahku hangat seketika, mungkin memerah..
“Iya loe napa? Bikin kaget aja tau!” tanya Kresna dengan nada sedikit sinis.
Ah kres, loe bikin gue bete aja. Pengen gue jepit tuh mulut, lagi ngefly, mendadak jatuh!
“Hm ga gapapa. Abaikan, tadi Ditra gangguin gue doang”
“ha? Kapan? Pede bangeet!”
“Duh Dit bantuin dikit kek!” jawabku dengan nada pelan.
“oh gitu yaudah baguslah” Lagi-lagi Kresna menjawab dengan nada sinis. Ia langsung menarik tangan Oin.
“In, kantin kejujuran yuk, laper”
“hmm iya.. kmu gapapa kan No?
“Iya.. eum, gapapa”
            Kulihat mereka jalan menuju kantin, terus, sampai badannya tak terlihat tertutup dinding dekat kelas 8f.
“Yah No, dodol, kesempatan buat ngobrol malah gugup gitu..”
“Hm, gatau deh. Eh iya tadi liat Kresna ga?”
“ngga, kenapa emang?”
“dia kaya ga suka gitu, sinis banget”
“Lah? Emang Kresna udah tau lo suka?”
“Hm iyaya? Ko bisa? Jangan-jangan dia tau!”
“Eh sumpah! Gue ga ngasih tau dia!”
“Idiih siapa juga yang nuduh loe! Pedeee!” seperti biasanya aku langsung mengacak poni Ditra, dan seperti biasanya juga, dia langsung ngambek. Haha dia emang rada childish.
“untuk saat ini, gue akan lebih milih untuk diam, dan pendam semua rasa, Dit”
ditra hanya tersenyum ke arahku.


Erlangga Yudhananta A.’s POV


            “Pagi Tithaaa....!”
            yap sama seperti hati biasanya, setiap pagi aku selalu mengucapkan ‘selamat pagi’ buat anak 8d. Hmm khususnya cewek yang satu ini. Entah sejak kapan aku mulai memperhatikannya, entah sejak kapan aku menjadi sering peduli padanya. Kurasa dia berhasil mencuri perhatianku.
            Dulu kalau aku sibuk nyanyi dikelas aku tidak akan peduli dengan keadaan sekitar, dan malah asyik sendiri, tapi sekarang, aku terus melihat ke arah dia, ingin tau apa yang sedang dia lakukan, dengan siapa dia mengobrol, semuanya, aku ingin tau semua tentang dia!
            Hari ini adalah hari Senin, hari ini ada ulangan Agama, dan kebetulan nilai ulangan langsung diperiksa dan dibagikan. Aku buat sebuah rencana, tp rencana ini tergantung dengan nilai anak cewek dikelas, dan kebetulan juga Titha hari ini ada dikelas, jadi kemungkinan akan berhasil.
            Waktu dibagiin nilai ulangan, Ainun dapet 100. Aku langsung nyeplos “Wah pak, pacar saya tuh Pak!”. Titha terlihat biasa saja, dia malah asyik tertawa melihat ekspresi Ainun yang terlihat sangat kaget. Hm tadinya aku ingin melihat ekspresi Titha yang cemburu, tapi malah ini yang kudapat.
            Kini giliran ulanganku yang dibagikan, Pak Asep meneriaki hasil ulangan di depan kelas, “Erlangga Yudhananta, 70!”. Awalnya aku kaget karena dapat nilai segitu, tapi entah kenapa aku malah berteriak “Pak, ko pacar saya 100, saya 70 pak?”. Seluruh anak kelas spontan tertawa. Tapi tidak dengan Titha, dia terlihat asyik sendiri. Apa dia cemburu? Apa dia percaya kalau Ainun pacarku?
            Aku yang semula tertawa, kini hanya terdiam, terus memikirkan ekspresi dari reaksi Titha tadi.
            Pulang sekolah Titha dan anak sekelompoknya pergi untuk kerja kelompok di rumah Ainun. Mungkin kalian bertanya, bagaimana aku bisa tau? Tentu saja karena aku terus memperhatikannya.
            Jujur saja, aku khawatir, aku takut dia kenapa-kenapa nanti. Aku gatau persis rumah Ainun, dan kebetulan pulang sekolah aku diajak Papah untuk ke rumah temannya.
            Aku mulai bete disini, dirumah teman Papah. Aku terus memikirkan Titha.
            Eh itu, tadi.. seperti ada sosok Ditra, Sarah dan Morien, mungkin hanya bayanganku saja. Tapi bayangan itu seperti terus memperhatikanku.
            “Erlangga!” itu.. itu suara Titha! Tp masa iya? Tapi aku hafal betul itu suara Titha, aku menoleh, dan ternyata memang itu Titha. Suatu kebetulan yang sangat menyenangkan hati..

            Mungkin memang benar apa kata semua orang. Kalau jodoh tak lari kemana..


Ainun Samudera Arta’s POV


Your hand fits in mine
Like it's made just for me
But bear this in mind
It was meant to be
And I'm joining up the dots
With the freckles on your cheeks
And it all makes sense to me
I know you've never loved
The crinkles by your eyes when you smile
You've never loved Your stomach or your thighs
The dimples in your back at the bottom of your spine
But I'll love them endlessly
I won't let these little things slip out of my mouth

But if I do, It's you, Oh it's you
They add up to
I'm in love with you, And all these little things

                Saat jam pelajaran bahasa Inggirs, yang sangat kebetulan free class, lagu ini mengiringi lamunanku. Aku menatap pintu kelas 8D berharap ada seseorang masuk dengan jaket merahnya. Yap! Ada seseorang ! masuk dengan jaket merah, jaket itu.. tapi, sh*t! Itu Ozy! Apa yang Ozy lakukan, ngapain pake jaket merah itu? Ah Ozy memang... ah sudahlah. Aku mengutak-ngatik hp-ku, lalu ke daftar lagu, aku coba menshuffle lagu, dan betapa pas-nya, Apalah Arti Menunggu-Raisa, terdengar merdu ditelingaku.. perlahan air mataku jatuh, bukan karena aku ga move, tapi aku kesel dengan diriku sendiri, yang selalu mautau apa yang dirasakan dia padaku, tanpa meminta jawaban itu. Hell-o! Jawaban itu ga mungkin datang dengan sendirinya kan, apa lagi jawaban dari orang yang ga peka.
            Akhir-akhir ada yang beda dari Ozy dan Piwe. Ozy anak yang sangat mengesalkan ini, mendadak sangat baik, dan selalu ada buat Inun. Piwe suka kecolongan lagi natap ke arah aku, tapi entah apa itu benar-benar menatap ke arahku, atau tidak. Aku tak terlalu aneh.
            Tapi sungguh yang sangat bikin aku aneh, dan geli adalah Ozy, dalam rangka apa coba, mendadak jadi kaya bundadari gitu.. iih aneeeh...
            Tapi dibalik kegelian itu, aku juga sedikit nyaman sama dia, nyaman sebagai sahabat. Iya sahabat. Cause, i’m not moving yet..
            Annissa.. dia sering melihat ke arahku. Entah sengaja atau tidak. Aku sedikit risih, karena aku tidak bisa melihat Rafi. Aku merasa seperti selalu diawasi olehnya. Annisa juga suka? Sama Piwe? Ha? Kalau emamng iya, masa aku gatau, dia itu kan sahabatku, yaa bisa dibilang kita itu memang dekat. Apa Nisa memang sudah tidak mau cerita lagi? Memang kenapa? Ah tau ah!
            Senyumannya.. Tatapan itu.. Tawanya.. Hari ini aku dan Piwe sering mendapat kelompok yang sama, setiap pembagian kelompok, aku jadi sering melihat ke arah dia.
            “Nun, kelompoknya bareng yaa.. tadi di kelompok lain udah penuh, hehe” Annisa berbicara dengan penuh semangat. Karena kasian jadi ya mau tak mau.
            Annisa lebih ering berinteraksi, walau kadang aku suka ikut ngomong, tapi aku tidak bisa melihat tatapn itu lagi. Tatapan untukku, bukan untuknya!

            Kenapa ketika tahu merasa sakit, kita malah tetap bertahan?


To be continued...